Di Korea, musik populer mulai berkembang pada awal abad ke-20, ketika label rekaman luar negeri memproduksi album komersial di sini dan semakin banyak rumah tangga menikmati kemewahan media rekaman. Dibagi menjadi empat genre: jazz, jenaka, lagu-lagu rakyat dan lagu-lagu populer, musik pop lokal di masa-masa awal mencerminkan suasana sosial dan mentalitas publik pada zaman itu.
Pada tahun 2018, topik terbesar musik pop Korea adalah BTS. Ini karena mereka telah menulis ulang sejarah musik dunia di luar sejarah musik pop Korea dengan memecahkan rekor berulang kali. Selama satu tahun, dua album mereka menduduki tingkat teratas di tangga lagu ‘Billboard 200’ yang merupakan suatu prestasi yang patut diberi perhatian. Rekor tersebut adalah rekor pertama yang diraih oleh penyanyi Korea dan rekor pertama yang diraih oleh album bahasa asing.
Saya merasakan perubahan yang luar biasa ketika melihat banyak penyanyi dan lagu pop Korea mendapatkan reaksi gila-gilaan dari luar negeri seperti BTS pada akhir-akhir ini. Setidaknya 100 tahun yang lalu, siapakah yang bisa meramalkan fenomena seperti ini ketika musik pop mulai tumbuh pada saat Korea kehilangan kedaulatan mereka dan harus hidup dalam kesedihan dan kepiluan.
Aransemen “Arirang” diterbitkan dalam esai “Musik Vokal Korea” oleh Homer B. Hulbert dalam edisi Februari 1896 di Museum Korea.
Media Rekaman dan Musik Komersial
Musik pop muncul bersamaan dengan dimulainya modernitas yang berfokus pada ‘popularitas’. Namun itu tidak berarti bahwa tidak ada lagu populer di masyarakat sebelum zaman modern. Sebagai contoh, seorang misionaris yang sekaligus juga adalah seorang pendidik dari Amerika bernama Homer B. Hulbert, dikenal sebagai orang asing yang sangat mencintai Korea. Ia menulis artikel berjudul “Musik Vokal Korea” dalam The Korean Repository edisi Februari 1896, majalah bahasa Inggris pertama yang diterbitkan di Korea. Di situ ia memperkenalkan lirik dan lembaran musik . Dia menjelaskan bahwa adalah “sebuah lagu yang menggambarkan orang Korea dan merupakan lagu yang paling populer untuk orang Korea seperti layaknya nasi yang dimakan setiap hari”. atau ‘Gu Arirang’ yang diperkenalkan oleh Hulbert pada saat itu, berbeda dari ‘Bonjo Arirang’ yang sekarang kita kenal. Setidaknya kita dapat mengetahui bahwa kepopuleran lagu luar biasa di tahun 1896.
Demikianlah, sebelum musik pop dengan makna yang kita kenal saat ini muncul, jelas sudah ada lagu-lagu yang dicintai oleh orang-orang pada setiap zamannya. Yang membedakannya adalah bahwa musik pop saat ini terkait erat dengan industri musik dan muncul melalui media canggih. Tujuan akhir dari musik pop adalah mendapatkan keuntungan, oleh karenanya selain merupakan karya seni, lagu pop juga merupakan sebuah produk industri. Alasan ini jugalah yang menjelaskan mengapa , yang diperkenalkan oleh Hulbert, tidak dapat dikategorikan sebagai lagu pop.
Industri rekaman di Korea bermula pada tahun 1907 ketika Columbia Records, perusahaan rekaman AS, merilis rekaman komersialnya untuk pertama kalinya. Colombia merekam dan merilis lagu-lagu Han Gyeong-oh dan seorang Gisaeng (wanita penghibur raja dan bangsawan zaman dinasti Joseon) bernama Hongmae. Tak lama kemudian, Viktor Records juga merekam musik tradisional Korea dan setelah itu bak bersaing, rekaman musisi terkenal dirilis berentetan. Karena alasan itulah bisa dikatakan bahwa kunci penyebaran musik pop selama periode ini adalah media rekaman. Sebelum siaran radio dikenal di Korea yaitu pada akhir 1920-an, alat rekaman yang merembes kuat dalam kalangan masyarakat atas saat itu memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan dan penyebaran musik.
“Pendengaran Sunyi” (1934) oleh Kim Kichang. Tinta dan warna pada sutra, 159 × 134,5 cm. Menggambarkan keluarga modern tahun 1930-an. Lukisan itu ditempatkan di ruang tamu yang didekorasi dengan baik oleh seorang dokter yang tinggal di lingkungan yang sama dengan sang seniman.
Ledakan Jazz
Seperti kebanyakan fenomena budaya baru, musik pop modern Korea juga lahir dari persaingan budaya asing dengan budaya lokal, yang kemudian berbaur dalam koeksistensi dan karenanya musik pop Korea sangat terpengaruh oleh tiga jenis musik. Musik tradisional milik Korea, musik Barat, dan musik Jepang. Pengaruh ketiga pengaruh musik ini tidak begitu sederhana karena mereka saling terkait satu sama lain, tetapi tergantung pada pengaruh musik mana yang relatif dominan, musik pop awal telah terbentuk dan berkembang menjadi genre yang berbeda.
Musik pop modern Korea dapat dibagi menjadi empat yaitu lagu jazz, lagu jenaka, lagu daerah baru, dan trot. Meskipun perbedaan ini bukan jelas sejak awalnya, dari sekitar tahun 1930 ketika musik pop muncul dengan hangatnya, kadang-kadang untuk membedakan lagu-lagu ini pada judul lagu dituliskan jenis lagu tersebut.
Di antaranya yang paling utama adalah bahwa lagu jazz sangat berbeda dari konsep yang kita kenal saat ini. Pada waktu itu, bukan hanya jazz Amerika tetapi juga semua musik pop populer dan musik Latin, yang dipengaruhi oleh musik pop Barat, disebut ‘lagu jazz’. Orang Korea telah mengenal dan menggunakan alat musik ala Barat melalui lagu pujian agama Kristen dan orkes musik Barat. Pada awal 1920-an, musik Barat berpengaruh lebih kuat hingga terjadilah ‘jazz boom’ kala itu.
Misalnya, pada tahun 1926, Baek Myeong-gon, seorang dari Provinsi Jeolla-do yang pergi ke Shanghai bersama tim sepak bola Korea, kembali dengan membeli instrumen jazz dan lembaran musik untuk membentuk Band Jazz Korea.
‘Jazz Song’, yang terutama bertujuan memberikan hiburan yang sensasional, menjadi populer di akhir 1920-an di kalangan modern boy dan modern girl di Gyeongsung, yang merupakan sinonim untuk pria dan wanita kota. Fenomena ini sangat terpengaruh oleh film dan rekaman musik. Namun pandangan masyarakat terhadap fenomena ini tidaklah selalu ramah. Pada saat itu, ada intelektual yang menyindir dengan mengatakan “hiruk-pikuk jazz oleh modern girl dan modern boy yang tergila-gila dengan penampilan luar lantas menari-nari dengan menggerakkan pinggul mereka”.
Berkat ‘ledakan jazz’ pada akhir tahun 1920-an, musik pop mulai muncul dengan nama ‘lagu jazz’ pada sekitar tahun 1930. Pada awalnya, seperti , banyak lagu yang populer di Barat dan Jepang dirilis. Kemudian, pada pertengahan tahun 1930-an, karya-karya kreatif seperti .
Kehidupan terus berjalan di kedalaman keputusasaan, memunculkan lagu-lagu yang meletakkan dasar bagi kekayaan musik masa kini.
Simpati vs Sarkasme
Manyo adalah lagu yang mementingkan lirik lagu daripada klasifikasi musiknya. Istilah ‘Manyo’ berasal dari sebuah kisah yang sebagian besar terdiri dari dua orang yang saling bercerita tentang hal yang menarik. Manyo terbagi dari yang berisi konten konyol yang mirip dengan buku komik dan sindiran yang menertawakan situasi atau kondisi. Jika yang pertama adalah tawa belas kasih, yang terakhir adalah tawa kritik. Jika yang pertama adalah tawa hangat, yang terakhir adalah tawa yang dingin.
Lagu asli dari lagu , yang secara luas merakyat dari tahun 1950-an hingga 1970-an, aslinya adalah lagu karya Kang Hong-sik pada tahun 1936. Lagu ini adalah penggambaran lucu seorang bapak tua dari desa yang datang ke Seoul untuk pertama kalinya menggunakan kereta api. Sambil mendengarkan liriknya, kita akan tertawa membayangkan cerita di dalamnya, pada saat yang sama di sisi lain, kita akan dapat bersimpati pada kesalahan yang dilakukan oleh sang bapak dari desa itu. Karena lirik lagu itu menghadapkan kita pada sosok kita yang terjebak di arus laut modern. Selain itu, lagu yang dirilis oleh Columbia Records pada tahun 1939 adalah lagu satir tentang seorang mahasiswa tetangga yang tidak pergi ke kuliah karena mengejar cinta dan tercandu bermain biliar. Sindiran ini bukan hanya ditujukan kepada mahasiswa tetangga tetapi juga seorang mahasiswa yang menunjukkan perilaku seperti itu. Lagu ini memiliki arti tersendiri karena memberi kesenangan dan pelajaran melalui sindiran.
atau yang juga berarti “lagu rakyat baru”, seperti yang terungkap dalam namanya, menunjukkan sosok lagu pop Korea asli. Lagu ini mencoba mewarisi unsur tradisional dengan meminjam beberapa bagian dari musik tradisional atau lagu daerah. Refrain dipinjam dari dari musik tradisional, menggunakan iringan instrumen tradisional, dan menggunakan berbagai cara tradisional untuk memainkan unsur-unsur tradisional dalam lagu. Khususnya, melalui lagu tema dari sebuah film karya Na Wook Kyu pada tahun 1926 yang sangat populer pada saat itu kita dapat merasakan lagu Shin Minyo pada awal kelahirannya.
Band Jazz Korea difoto setelah penampilan pertama mereka di Stasiun Radio Gyeongseong (JODK) pada musim panas 1929.
Dirilis oleh Columbia Records pada tahun 1907, “Nyanyian Korea” adalah rekaman satu sisi yang berisi lagu-lagu daerah Provinsi Gyeonggi dinyanyikan oleh Han In-o© Arsip Rekor Korea di Universitas Dongguk
“Duka Cita di Mokpo” oleh Yi Nan-yeong, dirilis pada 1935 oleh Okeh Records, menghibur warga Korea yang tinggal di tanah jajahan. Lagu ini masih tetap populer hingga saat ini.
“Ansambel Pertama” dirilis pada 1940, kompilasi penyanyi di bawah kontrak eksklusif dengan Okeh Records. Perusahaan rekaman pertama yang didirikan oleh orang Korea, Okeh Records diluncurkan pada tahun 1932. © Badan Konten Kreatif Korea
Hiburan dalam Zaman yang Susah
Pada pertengahan 1930-an, ada banyak penyanyi lagu populer yang dulunya adalah Gisaeng. Siswa Gisaeng yang secara formal dilatih menari dan menyanyi di sekolah gisaeng dapat juga dipandang sebagai ‘artis-artis yang sudah dipersiapkan’. Terutama penyanyi dari kalangan Gisaeng yang mampu menyanyikan lagu dengan baik menggunakan cara menyanyi tradisional menonjol sebagai penyanyi lagu rakyat. Pendengar musik pop pada waktu itu sangat menggemari lagu rakyat, yang relatif ‘berbau Korea’ dibandingkan dengan lagu genre lainnya. Berkat hal itu pada tahun 1933, Wang Su-bok, seorang Gisaeng yang berpartisipasi dalam rekaman, memenangkan tempat pertama dalam kategori penyanyi wanita pada ‘Penyanyi lagu pop terlaris’ yang disponsori oleh Samchully, yang menerbitkan majalah budaya [Samchully] pada tahun 1935.
Yang disebut sebagai lagu ‘rancak’ di zaman sekarang pun muncul dalam periode ini. Pada waktu itu, mereka disebut sebagai ‘lagu pop’, kebanyakan lagu-lagu ini dipengaruhi oleh musik pop Jepang dan menunjukkan karakteristik formal dua-beat, monoton, dan lima not. Namun, musik pop Jepang yang mempengaruhi lagu-lagu ini sebenarnya tidak sepenuhnya berasal dari Jepang. Jepang secara aktif memeluk budaya Barat termasuk musik Barat, dan dalam prosesnya musik Barat bertemu dengan musik Jepang dan melahirkan ‘Enka’. Di Jepang pada waktu itu, lagu-lagu ini tidak disebut ‘Enka’, tetapi mereka disebut “Ryukoka”. Pada 1960-an, ‘Ryukoka’ disebut ‘Enka’ dan ditetapkan sebagai musik pop tradisional. Dalam proses pembentukan identitas nasional, Jepang memperlakukan ‘Enka’ sebagai musik tradisional. Singkatnya, ‘Enka’ dari Jepang adalah “tradisi buatan”.
Di Korea, irama rancak telah teraniaya dan dikecam sejak lama karena dianggap sebagai musik yang terpengaruh oleh Jepang. Namun demikian, ia masih bertahan sampai hari ini dengan menunjukkan kegigihannya dalam bertahan berkat respon dari masyarakat luas.
Modernitas kita, yang tidak terbuat secara sukarela dan subjektif, adalah nama lain dari keputusasaan. Namun, di tengah keputusasaan, kehidupan dan budaya terus berlanjut, dan ada lagu-lagu yang bisa dilihat sebagai akar musik pop modern. Musik pop Korea adalah musik yang menyentuh dan menghibur hati orang-orang yang berada dalam kepiluan, bunga indah yang mekar di kegelapan zaman modern.