Profesor Irina Korgun, yang sudah tinggal di kota Seoul selama delapan tahun, sering naik kereta bawahtanah. Sebagai seorang peneliti ekonomi Korea, ia menganggap kereta bawah tanah adalah tempat yangpas untuk mengamati kehidupan masyarakat Korea yang sehat dan energik. Suatu hari ia berharap bisabekerja dengan organisasi internasional sebagai pakar ekonomi Korea.
Setelah menjabat sebagai profesor riset di Institut Kajian Rusia di Hankuk Universityof Foreign Studies sejak 2011, Irina Korgun tahun lalu diangkat sebagai asistenprofesor di Departemen Bahasa Rusia di universitas yang sama.
Profesor Irina Korgun muncul di depan gedung utama HankukUniversity of Foreign Studies tepat pada waktu yangkami sepakati. Karena posturnya yang mungil, ia hampirtidak terlihat di antara mahasiswa Korea dan dosen di sana. Iamemegang minuman vitamin di tangannya, pemberian mahasiswadi kelas sebelumnya.“Ia baru saja menyelesaikan wajib militer. Dosen di Rusia sangatotoriter, tapi saya melihat hubungan antara dosen-mahasiswadi universitas Korea jauh lebih hangat. Di Korea, selain menjadidosen, mereka juga melayani bimbingan personal dan akademik,”katanya.
Penelitian Berorientasi Masyarakat
Korgun sudah bertugas sebagai peneliti di Pusat Studi Rusia diHankuk University of Foreign Studies selama empat tahun sebelumia ditunjuk sebagai asisten dosen tahun lalu di jurusan bahasaRusia. Kini di semester keduanya, ia mengajar bahasa Rusiatingkat lanjut dan banyak memakai teks ekonomi.
“Mahasiswa pascasarjana yang menulis disertasi terkait ekonomiKorea dan Rusia, dan mahasiswa yang ingin belajar di Rusia,meminta bantuan saya atau bertanya tentang sesuatu. Lulusanjurusan bahasa Rusia menempati urutan tertinggi dalam halpenyerapan di dunia kerja,” lanjutnya, dengan wajah yang menunjukkankepuasan.
Kantornya dipenuhi ornamen dengan lukisan Chekhov, Tolstoy,Dostoevsky, dan Pushkin. Menurutnya, kecintaan masyarakatKorea akan sastra Rusia sangat dalam. Buku favoritnya adalah“The Brothers Karamazov.”
“Masyarakat Korea bersentuhan dengan sastra Rusia karenakedua negara ini sama-sama mengalami han, sebuah penderitaanyang dalam. Sastra Amerika berakar dari optimisme, sementarasastra Rusia dan Korea berangkat dari kesedihan,” katanya.
Kesamaan lainnya adalah kimchi. Setelah panen musim gugur,Rusia juga mengawetkan kol dalam bentuk acar, yang sering kalidipergunakan untuk memasak sup kol kental yang disebut shchi.
Korgun mendalami ekonomi Korea, suatu hal yang tidak lazimbagi orang Rusia. Ia belajar ekonomi Asia Timur ketika ia mulaimengenal Korea, yang tumbuh pesat karena kebijakan ekspornya.Ia melanjutkan menulis disertasi doktornya di Saint PetersburgState University pada tahun 2010.
“Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Korea adalah topikmenarik dalam banyak hal. Banyak penelitian sudah dilakukan olehekonom Korea, tapi menurut saya penelitian yang dilakukan penelitiasing juga penting. Pasti ada perbedaan antara pandangan internaldan eksternal,” katanya.
Profesor Korgun saat ini meneliti peran bantuan asing dalamperkembangan ekonomi Korea dan perilaku dan respon masyarakatKorea sebagai penerima bantuan. Ia juga tertarik pada pengaruhJepang dalam perkembangan ekonomi Korea. Jepang membangunjalur kereta api selama pendudukannya di Korea di awalparuh abad ke-20, dan ia mengkaji apa keuntungan dan kerugiannyabagi masyarakat Korea.
Pada waktu wawancara, ia mengatakan bahwa ia sedangmenambahkan sentuhan terakhir pada bagian Korea dalam bukumengenai investasi asing Rusia, dua hari sebelum tenggat waktu.Penerbit Inggris Routledge sudah menandatangani kontrak denganlima pakar ekonomi dari masing-masing negara, dan buku itudijadwalkan terbit bulan November tahun ini.
Sebagai seorang ekonom, metode penelitian Profesor Korgunberdasarkan pada pengamatan sosiokultural. Ini berbeda daripaper peneliti Rusia lain yang didasarkan pada materi tertulis. Iamelihat ekonomi Korea melalui kacamata “tempat” dan “masyarakat”karena ia melakukan penelitiannya di Korea, dalam bahasaKorea, bersama para peneliti Korea.
Korgun memilih naik kereta bawah tanah karena ingin mengamatimasyarakat. Ia tertawa mengingat kebiasannya mengintipketika penumpang di sebelahnya menulis pesan. Ia mendapatkanpetunjuk dalam memahami Korea dari pesan yang merekakirim kepada keluarganya, papan nama toko dan pusat kebudayaandi toko serba ada. Ia menulis di surat kabar harian Korea, danpengamatandan pengalamannya mengenai sentimen anti Jepang,perilaku anti-chaebol, pandangan China dan Amerika Serikat,kekuatan Gelombang Korea (Korean Wave), dan kerjasama ekonomiKorea-Rusia berasal dari interaksinya dengan orang-orangdi sekitarnya. Ia selalu bisa mencairkan dan memulai percakapan.Ia juga menangani lomba debat bahasa Rusia yang diadakan olehHUFS tahun lalu.
“Saya tahu masyarakat Korea sangat tidak suka chaebol,” lanjutnya.“Tapi saya tertarik bagaimana mereka menjalankan bisnisnya.Ada sebuah galeri kecil di Lotte Department Store di Myeongdongdan ada pameran yang sangat berkelas di sana, lukisanseniman Spanyol termasuk Picasso. Toko serba ada punya pusatbudaya yang menawarkan konser dan kelas gratis atau murah.
Tujuan utamanya adalah menarik lebih banyak pelanggan, tapi sayamelihatnya sebagai usaha menghargai orang lain. Saya melihatlebih banyak pusat kegiatan masyarakat, perpustakaan, dan fasilitaskesejahteraan untuk orang tua dan orang cacat, dibandingkandenganketika saya datang pertama kali ke Korea.”
Mengkaji Masyarakat dan Budaya Korea
Profesor Korgun mencintai Seoul, khususnya pada akhir pekan.“Minum kopi di kafe di pusat kota Seoul di akhir pekan itu rasanyaseperti di Moskow atau Paris. Saya bisa dengan mudah menikmatitari balet Rusia dan penampilan orkestra terkenal di kota ini. Ketikasaya naik taksi, sopirnya memutar Rachmaninov atau Tchaikovsky.Bagaimana mungkin saya tidak jatuh cinta pada Seoul?”
Saat itu malam Natal di tahun 2003 ketika ia pertama kalimenginjakkan kakinya di negara ini dan belajar bahasa Korea diLembaga Bahasa Korea di Yonsei University. Ia mengingat-ingat:“Saat itu hari sangat indah. Dunia bagaikan pohon natal yangmenyala terang. Saya berjalan sekitar pusat kota berbaur denganorang-orang dan membeli es krim Baskin Robbins. Itulah pertamakalinya saya mencoba es krim itu.”
Sampai tahun 2007, ia kembali mengunjungi kota ini setiapliburan dan ikut kelas bahasa Korea. Pada tahun 2007, ia menerimahibah penelitian dari Korea Foundation dan tinggal di sini selamasatu tahun sambil mempersiapkan disertasi doktoralnya. Pada saatmenerima gelar, ia mendapatkan tawaran pekerjaan di Pusat StudiRusia di Hankuk University of Foreign Studies sebagai peneliti didua posisi — satu dari Amerika dan satu lagi dari Rusia. Pada tahun2011, ia melamar dan diterima.
“Bahasa Rusia memiliki struktur kalimat yang sangat berlawanandengan bahasa Korea. Dalam bahasa Korea, kata kerjanya adadi posisi terakhir. Saya harus mengubah aturan linguistik di kepalasaya dan mulai dari tata bahasa dasar. Ungkapan honorifiknyasangatrumit,” katanya.
Kini ia sangat fasih, dan menambahkan, “Saya bisa belajarbahasa Korea lebih baik karena tidak ada orang Rusia yang bisasaya ajak bicara. Saya harus membiasakan bahasa yang dipakaioleh peneliti Korea.”
Ekonom yang Jatuh Cinta pada Lukisan
Dalam waktu luangnya Profesor Korgunmengambil kelas dalam lukisanrakyat tradisional Korea. Baru-baru inidia berpameran dengan lima karyanya.
Korgun dibesarkan oleh orangtua yang berprofesi sebagai arsitek.Ia siswa cemerlang yang sangat mencintai seni, musik danbalet. Kini, bahasa Inggrisnya lebih baik dibanding bahasa Koreanyadan ia juga belajar bahasa Cina.
Ia menganggap dirinya sebagai orang yang selalu bergerak:“Bagi saya, pergi ke suatu tempat itu sangat penting. Berjalan,bepergian, naik pesawat — begitulah saya.”
Korgun sudah tinggal di Korea selama delapan tahun. Ia jugatinggal di Jepang selama empat bulan dan di Inggris selama tujuhbulan sebagai peneliti. Ia mengatakan “takdir nomaden” ini sudahtertulis dalam saju-nya, atau “empat pilar takdir” yang digunakandalam ramalan tradisional Korea.
Ia pernah diramal setelah ia melamar sebagai peneliti di Parisdan London pada tahun 2013. Ia menemui peramal terkenal, yangmengatakan bahwa takdirnya adalah “hidup seperti air mengalir,”bergerak dari satu tempat ke tempat lain sepanjang hidupnya.Peeramal itu juga mengatakan bahwa bidang ekonomi sangat tepatuntuknya. “Saya sangat setuju. Makin lama saya pelajari, makinmenarik,” katanya.
Bagi Korgun, salah satu kenikmatan tinggal di Korea adalahkarena lukisannya. Ia menyukai corak tradisional seperti bangaudan bunga teratai. Mungkin karena pengaruh orangtuanya yangberprofesi sebagai arsitek, ia menyukai warna sejak masih sangatmuda. Ia mengikuti kelas lukis tradisional Korea di Gangnam. Iasudah melukis lima karya besar dan sudah mengadakan pameran.Salah satu lukisannya dibingkai dan dikirimkan kepada pembimbingnyadi Saint Petersburg State University. Ia juga mengirimkankarya kepada ibu dan kakak perempuannya, dan memajang satukarya di rumahnya di Seoul.
Saya bertemu Profesor Korgun pada tanggal 5 Maret, tiga harisebelum World Women’s Day. World Women’s Day dirayakan berbedaantara negara kapitalis dengan sosialis. Masyarakat sosialiscenderung menganggap penting sesuatu yang tidak dianggappenting oleh masyarakat kapitalis.
“Sejak Revolusi, hampir tidak ada perempuan Rusia yang berdiamdi rumah sebagai ibu rumah tangga sepenuhnya. Sering kitalihat ada manajer di pabrik mesin. Ibu saya bekerja sepanjangusianya. Saya ingat ketika masih di TK saya harus menunggu ibusaya menjemput sepulang bekerja.”
Menurutnya, perempuan Korea punya status sosial yang lebihrendah dibanding rekannya di Rusia. “Hampir semua participandi banyak konferensi akademik adalah laki-laki,” lanjutnya sambiltersenyum.
“Minum kopi di kafe di pusat kota Seoul di akhir pekan itu rasanya seperti di Moskow atau Paris. Sayabisa dengan mudah menikmati tari balet Rusia dan penampilan orkestra terkenal di kota ini. Ketikasaya naik taksi, sopirnya memutar Rachmaninov atau Tchaikovsky. Bagaimana mungkin saya tidakjatuh cinta pada Seoul?”
Sebagai seorang pengamat kerjasama ekonomi Korea-Rusiayang mumpuni dengan cara pandang seorang peneliti, saya penasaranmengenai rencananya membangun pipa gas trans-Siberiayang terhubung ke Korea. Ia sangat skeptis: “Volume perdaganganmenurun karena mata uang Rusia yang lemah. Kerjasama energiKorea-Rusia telah kehilangan greget. Dari seluruh impor gasKorea, Rusia hanya menempati 4 persen.
Dengan dalih “kemungkinannya kecil,” ia mengatakan bahwasuatu hari ia ingin bekerja sebagai pakar ekonomi Korea di sebuahorganisasi internasional seperti UN, OECD, atau UNCTAD. Kemudian,sambil tertawa ia bertanya, “Banyak pakar ekonomi Koreaberkebangsaan Korea. Apa anehnya merekrut ahli ekonomi Koreaberkebangsaan Rusia?”