Ada sebuah toko roti yang istimewa. Peralatan yang digunakan di toko roti itu biasa saja, termasuk cetakan roti dan oven, tetapi toko roti itu membuat roti dengan menggunakan tutup botol plastik sebagai pengganti tepung. Plastik yang dibuang menjadi kue
tart dan canelés. Tentu saja roti yang dibuat mereka tidak bisa dimakan manusia. Namun, yang bermakna di sini adalah bahwa sampah menjelma sebagai barang yang dapat dimanfaatkan kembali melalui tangan mereka. Mari kita menyimak cerita
Plastic Bakery, toko roti yang menyehatkan bumi.
Lempengan plastik murni berkualitas tinggi diubah menjadi barang-barang rumah tangga seperti tempat dupa, pot bunga, dan nampan berbentuk waffle, canelé, serta tart.
© Plastic Bakery
Kata plastik berasal dari kata Yunani “Plastikos” yang berarti “dapat diolah menjadi bentuk yang diinginkan.” Sepertinya tidak bisa dipungkiri kenyataan bahwa tidak ada yang tidak bisa dibuat dari plastik. Lihatlah sekeliling kita. Plastik dapat ditemukan di mana-mana, dari benda yang terlihat kasat mata seperti gelas dan kursi hingga smartphone dan bagian dalam dari mobil yang tidak terlihat kasatmata.
Memanggang Roti dengan Plastik
Sejak Leo Baekeland (1863-1944) menemukan plastik pada tahun 1907, berbagai produk yang menggunakan plastik sintetis mulai dikembangkan pada tahun 1920-an. Kini, lebih dari 100 tahun kemudian, Plastic Bakery telah dibuka. Plastic Bakery merupakan perusahaan yang mengolah tutup botol plastik bekas menjadi barang yang berbentuk roti. Sesuai dengan nama perusahaan, yaitu toko roti, mereka memanggang plastik, sama seperti memanggang roti. Barang yang dibuat mereka 100% buatan tangan. Seseorang langsung mengukur pecahan plastik, lalu memanggang atau mencapnya ke dalam cetakan. Sampah plastik yang telah melalui proses terlahir kembali menjadi roti yang bercorak unik.
Mengapa Plastic Bakery mulai membuat roti dengan tutup botol plastik bekas? CEO perusahaan, Park Hyong-ho, bukanlah seorang koki atau lulusan dari jurusan seni. Ia mengambil jurusan teknik elektro, kemudian memelajari smart design engineering di program pascasarjana dan saat itu ia mulai berminat pada pembangunan berkelanjutan.
“Saat aku masih mahasiswa pascasarjana, aku sempat berpartisipasi dalam lokakarya desain ekonomi sirkular yang diselenggarakan bersama oleh Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong dan Sekolah Pascasarjana Desain Internasional Universitas Hongik. Pada lokakarya yang diadakan di Hong Kong, aku menyadari betapa pentingnya daur ulang sumber daya bagi dunia. Aku sangat kagum pada proyek “Plastik Berharga” yang mendaur ulang plastik dan mengubahnya menjadi sumber daya yang berharga. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk membuat dan melaksanakan proyek sirkulasi sumber daya di Korea,” jelasnya.
Setelah kembali ke Korea, ia mulai merencanakan bisnis ramah lingkungan. Suatu hari, saat ia sedang berkutat pada perancangan proyek yang belum pernah ditemukan sebelumnya, sebuah cetakan roti menarik perhatiannya. Saat itu, kantor Plastic Bakery terletak di dekat Pasar Bangsan di Eulji-ro, Jung-gu, Seoul. Pasar itu merupakan pasar yang menjual berbagai bahan industri dan perlengkapan kemasan, serta memiliki gang yang khusus menjual peralatan pembuatan kue. Di sana Park melihat-lihat alat-alat yang digunakan untuk memanggang roti, lalu ia berpikir jika ia memanggang plastik seperti roti, sesuatu yang sangat menarik pasti akan dihasilkan. Itulah asal mula produk dari Plastic Bakery.
Tantangan dan Kolaborasi
Park memanasi dan memanggang ulang plastik dengan menggunakan pembuat wafel dan oven. Ketika panas dan tekanan diterapkan pada plastik, plastik mudah berubah bentuk. Namun, baginya tidak mudah menemukan suhu, tekanan, dan waktu optimal. Jika suhu terlalu tinggi, maka akan muncul lubang-lubang di permukaan plastik, dan jika suhu terlalu rendah, maka akan sulit untuk membuat bentuk yang diinginkan. Melalui ratusan percobaan dan kesalahan, ia menemukan suhu, tekanan, dan waktu optimal yang sangat sesuai dengan warna dan sifat fisik plastik. Mengontrol suhu untuk setiap bagian cetakan juga merupakan keahlian unik dari Plastic Bakery.
Bahan yang digunakannya adalah tutup botol plastik. Berbeda dengan botol PET transparan yang relatif aktif didaur ulang, tutup botol tidak dapat didaur ulang karena ukurannya yang kecil dan sulit untuk dipisahkan dan dikumpulkan. Pada awalnya, Park dan anggota timnya mengumpulkan tutup botol di tempat pengumpulan sampah di kompleks perumahan yang terdekat dari kantor. Namun sejak tahun 2023, Pusat Promosi Kemandirian Chuncheon yang menyediakan tutup botol untuk mereka dengan mengumpulkan, mencuci, dan mengeringkan tutup botol, lalu menghancurkannya jadi bentuk serpihan.
Plastic Bakery berupaya menciptakan masa depan yang lebih baik dengan memadukan daur ulang, pragmatisme, estetika, serta bekerja sama dengan berbagai merek.
© Plastic Bakery
Plastic Bakery menggunakan serpihan dengan tingkat kemurnian tinggi untuk membuat produk dalam berbagai bentuk seperti wafel, canelé, dan kue tar. Produk-produk itu berfungsi sebagai aksesoris interior seperti dupa dan pot bunga. Sejumlah perusahaan terkemuka menangkap nilai dari ide dan produk Plastic Bakery. Sebuah merek kosmetik global, L’Occitane menawari Plastic Bakery untuk berkolaborasi dalam membuat tatakan sabun yang berbentuk kue tart dengan cara mendaur ulang serpihan botol kosong milik mereka. Dengan kolaborasi tersebut, makna daur ulang bertambah dengan nilai kepraktisan dan estetika. Logitech, sebuah perusahaan yang mengkhususkan diri pada perangkat periferal komputer, membuat tempat pensil yang berbentuk canelé dan tempat kartu nama yang berbentuk kerikil dengan berkolaborasi bersama Plastic Bakery. Di samping itu, Kia Motors, LG Household & Health Care, dan Lush juga berkolaborasi dengan Plastic Bakery. Kini, mereka mendapat tawaran pameran produk dan workshop bagi para eksekutif, karyawan, dan masyarakat dari sejumlah perusahaan.
“Aku memulai bisnis ini dengan niat baik, namun sejumlah pernyataan selalu muncul dalam benakku seperti ‘Apakah masyarakat akan bersimpati dengan bisnisku?’ dan ‘Apakah bisnis ini akan laris manis?’ Jika bisnis tidak menghasilkan keuntungan, perusahaan tidak akan bisa terus berjalan. Namun, untungnya, setelah memperkenalkan produk kami, banyak perusahaan yang menawarkan kolaborasi, maka Plastic Bakery mampu menemukan arahnya sendiri. Daripada memproduksi satu produk secara massal, kami melanjutkan upaya untuk menunjukkan kemampuan daur ulang plastik. Kami memilih untuk tetap berada di batas antara ‘produk’ dan ‘karya.’ Setelah aku melepaskan keinginanku untuk diakui nilai komersial dari produk yang kubuat, aku baru mendapat kesempatan untuk terus menantang diriku sendiri di berbagai bidang,” ujarnya.
Saat ini, Plastic Bakery menggambar atau mencetak tulisan pada barang yang berbentuk roti dengan menggunakan pena 3D untuk menciptakan produk yang unik. Filamen yang digunakan untuk produk itu juga terbuat dari plastik daur ulang. Baru-baru ini mereka juga memperkenalkan Bean Bag yang dibuat dengan menggunakan tutup botol plastik sebagai isiannya. Selain itu, ruang yang dirancang dengan menggunakan produk daur ulang juga akan disajikan.
Dari Potensi hingga Keberlanjutan
Bagi Plastic Bakery, kata plastik mengacu pada ‘kemungkinan.’ Plastik yang bisa menjadi apa saja, terlahir kembali menjadi apa saja di atas tangan mereka. Kelemahan plastik, yaitu sulit terurai secara alami, justru dijadikan peluang. Park berbicara tentang ‘harapan’ kepada orang-orang yang merasa cemas tentang masa depan yang diakibatkan oleh plastik.
Saat memanaskan plastik berbentuk canelé, tart, dan waffle di dalam oven, waktu serta suhu harus disesuaikan berdasarkan jenis produk.
© Plastic Bakery
“Plastik telah meningkatkan kualitas hidup kita secara signifikan. Bukan hanya manusia. Plastik juga berdampak positif pada banyak makhluk hidup. Plastik digunakan sebagai pengganti gading dan hal itu mencegah kepunahan gajah. Penggunaan plastik mengurangi penggunaan kayu, maka hal itu juga memperlambat kerusakan hutan purba Amazon. Namun, sekarang kita mengatakan bahwa hidup kita telah berubah ‘karena’ plastik, bukan ‘berkat’ plastik. Banyak orang yang beranggapan bahwa plastik akan membawa kehancuran umat manusia. Jika kita hanya menekankan aspek negatif dari plastik, maka hal itu hanya akan menambahkan kelelahan kita. Kemudian, hal itu juga membuat proyek yang berkelanjutan menjadi tidak berkelanjutan. Jadi, aku pikir, sebaiknya kita mulai dengan mengenal sejarah perkembangan plastik dan mengakui dampak positif plastik. Hanya dengan hal itu, kita bisa hidup berdampingan dengan plastik. Yang perlu dilakukan lagi adalah mencari cara melengkapi kekurangan plastik yang sulit bersirkulasi secara alami. Daripada memandang permasalahan lingkungan secara emosional dan menanggapinya, lebih baik kita berpikir tentang ‘Bagaimana kita akan memanfaatkannya?’” tegasnya.
Park menyarankan para seniman dan perusahaan yang mempertimbangkan keberlanjutan untuk “melakukan pertimbangan dan penelitian yang memadai.” Pasalnya, barang yang dibuat tanpa penelitian yang cukup memadai justru bisa menjadi sampah baru. Ia juga berencana untuk terus berupaya meningkatkan teknik memanggang yang ada sambil mencoba menemukan bentuk baru metode sirkulasi sumber daya.
“Semakin banyak perusahaan yang tertarik pada sirkulasi sumber daya, seperti NoPlasticSunday, Would You Love, dan LOWLIT COLLECTIVE, lalu mereka juga telah mencapai prestasi luar biasa di bidangnya masing-masing. Maka, kami pun akan meningkatkan nilai dan kesadaran masyarakat terhadap Plastic Bakery sebagai sebuah merek supaya banyak orang dapat berempati terhadap potensi daur ulang plastik,” katanya.
Yang menentukan apa yang mungkin dan tidak mungkin adalah pilihan manusia dan Plastic Bakery memilih ‘mungkin,’ yaitu kelestarian bumi bersama plastik. Pilihan tersebut pasti akan membawa masa keemasan kedua bagi plastik.