Sutradara film veteran Yun Je-ho mencoba menjelaskan orang-orang yang hidup hari ini, tanpa stereotip atau prasangka. Itulah sebab mengapa ia membuat film dokumenter dan dramatis sekaligus.
Sutradara film pemenang penghargaan Yun Je-ho menerapkan keterampilan sinematik yang diasah di Prancis untuk mempelajari kehidupan mereka yang terpinggirkan, khususnya pengungsi Korea Utara.
Sutradara Yun Je-ho merilis dua film panjang yaitu < Fighter > dan < Song Hae 1927 > pada tahun 2021. < Fighter > menceritakan kehidupan seorang wanita, Jin-a yang mencari uang dengan membersihkan pusat olahraga setelah keluar dari pusat pelatihan wajib Korea Selatan, Hanawon. < Song Hae 1927 > menampilkan Song Hae (1927-2022), seorang penyanyi yang berasal dari Provinsi Hwanghae, Korea Utara dan seorang pembawa acara National Singing Contest, sebuah program audisi terlama di KBS.
Film menunjukkan isi hati mereka yang belum diketahui. Jin-a mulai melatih tinju untuk menetap di Korea Selatan dengan rohani dan jasmani yang sehat. Song Hae terus terang menampilkan potret seorang ayah yang kehilangan anak laki-laki.
Kehidupan Pengungsi Korea Utara
Sutradara Yun membuat film mengenai kehidupan orang-orang yang ada di garis perbatasan, khususnya pengungsi Korea Utara. Filmnya secara tenang mengungkapkan isi hati tokoh-tokoh. Para peserta festival film terkemuka dalam dan luar negeri juga menonton film-filmnya. Yun meraih hadiah utama di Asiana International Short Film Festival Ke-9 pada 2011 dengan film dokumenter < promise >(2010) yang menceritakan kisah seorang wanita Korea di Cina yang ingin bertemu dengan anak laki-lakinya yang terpisah.
Setelah itu, dia menerima The Best Film of the ary di Moscow International Film Festival Ke-38 dengan film dokumenter panjang < Mrs.B, A North Korean Women >dan menerima Golden Eye for Best ary di Zurich Film Festival Ke-12. Film ini berhubungan dengan < Beautiful Days > (2017), film panjang pertama sutradara Yun Je-ho yang dibintangi oleh aktris Lee Na-young. Karya ini tentang seorang ibu pengungsi Korea Utara dari pandangan seorang mahasiswa Korea di Cina, Zhenchen dan menjadi film pembuka dari Busan International Film Festival Ke-23. Setelah itu, Yun diundang ke The Director’s Fornight di Cannes Internasional Film Festival Ke-69 dengan sebuah film pendek < Hitchhiker > (2016), diundang ke bagian Generation di Berlin International Film Festival Ke-71 dengan , dan di sana dia bisa memperkenalkan orang-orang yang tinggal di negara terpecah kepada para penggemar seluruh dunia.
Kehidupan di Luar Negeri
Sutradara Yun mencoba berkomunikasi dengan publik lewat film selama belajar di Prancis. Dia meninggalkan Korea pada usianya yang 20-an karena ingin melepaskan diri dari kebiasaan. Dia masih ingat tanggal berangkat walaupun telah 20 tahun lewat. Pada 12 September 2001, satu hari setelah serangan 11 September. Dia naik pesawat ke Eropa di tengah pengawasan ketat di bandara di mana semua jalur penerbangan ke Amerika tertutup. Dengan merasa kekacauan dunia, dia tiba di Nancy, sebuah desa kecil di timur laut Prancis. Selama belajar bahasa dan berpariwisata, dia tiba-tiba mengikuti ujian sekolah seni budaya. Dia yang pernah belajar melukis jadi lulus ujian keterampilan dan mendadak menjadi mahasiswa internasional.
Dia memperluas wawasannya dengan mempelajari berbagai bentuk seni video, karya instalasi, dan lain-lain selain melukis di sekolah seni. Pertukaran dengan mahasiswa dari negara lain juga berpengaruh besar pada dirinya. Seorang teman berasal dari Belgia meminjamkan sebuah kotak yang ke Yun berisi 100 buah DVD dan mengantarkannya ke dunia perfilman. Kotak itu penuh dengan film-film klasik pada tahun 1950~1960-an seperti François Truffaut, Jean-Luc Godard, Immar Bergman, Orson Welles, dan lain-lain. Seorang pemuda yang selama ini menonton film aksi berhadapan dengan film intelektual dan eksperimental.
Kebiasaan Hari Ini
Film pertama yang dibuat bersama teman-temannya adalah kisah seorang wanita yang menderita krisis identitas selama tinggal di Prancis sebagai orang asing. Karya ini sebetulnya karya yang mencakup pertanyaan pada diri sendiri. ‘Mengapa saya tinggal di sini? Kenapa tidak di sana tetapi di sini?’ Dia memasukkan pertanyaan yang ditanyakan pada diri sendiri sejak kecil itu ke dalam film. Seorang pemuda yang datang di Nancy dari Busan, Korea secara alami mengundang tokoh-tokoh yang memiliki identitas diaspora ke filmnya. Sewajarnya dia mulai memperhatikan kehidupan pengungsi Korea Utara.
Sutradara Yun mementingkan waktu mereka ketika menciptakan karakter di garis perbatasan. Dia memikirkan pengalaman masa lampau tokoh yang datang dari sana ke sini dan mengamati bagaimana pengalaman itu membentuk mereka hari ini.
“Kita hidup hari ini tetapi hari ini menjadi kemarin. Bagaimana menjalani hidup saat ini dapat mengubah diri sendiri hari esok. Oleh karena itu saya jarang berbicara tentang masa lampau tokoh-tokoh dan berusaha tidak terobsesi pada masa depan. Saya hanya ingin memperlihatkan kehidupan sehari-hari mereka. Jika saya yang hidup hari ini berubah, saya yang hidup esok hari pasti berikut berubah. Inilah pesan yang ingin saya sampaikan
Prinsip ini diterapkan pada film drama dan film dokumenter. Dia menemani Madam B selama 3 tahun ketika syuting film < Madam B >dan berwawancara dengan Song Hae selama lebih dari 4 jam pada hari pertama syuting film < Song Hae 1927 > . Dia ingin memasukkan perasaan sepele dari pengamatan momen sehari-hari ke dalam film.
‘Pengungsi Korea Utara memikirkan apa? Mereka merasa apa di Korea Selatan?’ Sutradara dan para aktor bertanya beruang kali. Mereka mencoba menerapkan pengalaman diri sendiri dan meminta bantuan kepada pengungsi Korea Utara yang lain. Hal yang dihindarinya adalah citra seragam pengungsi Korea Utara yang ditampilkan dalam media.
Pertanyaan, Bukan Jawaban
Sutradara Yun Je-ho membuat film yang mengajukan pertanyaan kepada penonton daripada memberikan jawaban. Sesungguhnya, film-film Yun biasanya berakhir dengan memperlihatkan kemungkinan yang diberikan kepada tokoh-tokoh daripada menentukan kesimpulan secara jelas. Yun tidak menunjukkan kepada penonton apakah keinginan seorang ibu dan anak laki-lakinya di film
< Beautiful Days >bisa menjadi kenyataan dan apakah Jin-a di < Fighter>bisa menang di pertandingan tinju. Akan tetapi Yun membisikkan bahwa mereka mungkin bisa menjalani hidup yang berbeda dengan kemarin. Karakter di film Yun menjadi mulia di garis perbatasan.“Definisi kebahagiaan berbeda-beda bagi setiap orang. Saya berusaha memberikan kesimpulan terbuka kepada karakter di dalam film. Tidakkah penonton mulai berpikir bagaimana para pengungsi Korea Utara bisa menjadi bahagia di Korea Selatan?”
Bagaimana reaksi pengungsi Korea Utara yang menonton film itu? Ada yang merasa malu karena deskripsi film sangat detail dan juga ada yang bergembira karena suara mereka diperhatikan oleh khalayak ramai. Ada bermacam-macam reaksi tentang pengalaman masa lampau melalui sebuah film. Para aktivis organisasi hak asasi manusia dan siswa yang belajar keadaan pemecahan Korea menonton film itu dari sudut pandang berbeda berdasarkan pengetahuan masing-masing. Ada wisatawan yang bersimpati terhadap pengalaman umum di cerita negara tertentu yaitu Korea Selatan dan Korea Utara.
“Mungkin masa depan yang masih jauh, tetapi saya ingin naik bus dan berangkat dari Busan, Korea Selatan, melewati Pyongyang dan Provinsi Hamgyong Utara di Korea Utara, melintasi Rusia, kemudian berwisata ke Jerman dan Paris. Inilah satu-satunya keinginan saya.”Suatu hari, ketika semenanjung Korea tidak lagi terbagi dan kedua belahan itu bersatu kembali, mungkin Yun akan dapat merekam film perjalanan yang mencakup Asia dan Eropa. Film ini secara alami akan memiliki panorama yang luas dengan akhir terbuka sebagai kekhasannya.
‘Pengungsi Korea Utara memikirkan apa? Mereka merasa apa di Korea Selatan?’ Sutradara dan para aktor bertanya beruang kali. Mereka mencoba menerapkan pengalaman diri sendiri dan meminta bantuan kepada pengungsi Korea Utara yang lain. Hal yang dihindarinya adalah citra seragam pengungsi Korea Utara yang ditampilkan dalam media.
“Mrs. B, A North Korean Woman” adalah film dokumenter lengkap tentang kehidupan seorang wanita Korea Utara yang menyeberang ke Cina untuk mencari nafkah.
© cinesopa
“Beautiful Day” adalah film drama full-length pertama yang disutradarai Yun. Ini mengeksplorasi bagaimana protagonis Zhenchen, seorang mahasiswi Korea-Cina, menganggap ibunya Korea Utara.
© peppermint&company
“Fighter” adalah film tentang Jin-a, seorang pengungsi muda Korea Utara yang berjuang untuk bertahan hidup secara finansial dan beradaptasi secara emosional dengan kehidupan barunya di Korea Selatan.
© indiestory
Sutradara Yun Je-ho membuat film yang mengajukan pertanyaan kepada penonton daripada memberikan jawaban. Sesungguhnya, film-film Yun biasanya berakhir dengan memperlihatkan kemungkinan yang diberikan kepada tokoh-tokoh daripada menentukan kesimpulan secara jelas. Yun tidak menunjukkan kepada penonton apakah keinginan seorang ibu dan anak laki-lakinya di film bisa menjadi kenyataan dan apakah Jin-a di bisa menang di pertandingan tinju. Akan tetapi Yun membisikkan bahwa mereka mungkin bisa menjalani hidup yang berbeda dengan kemarin. Karakter di film Yun menjadi mulia di garis perbatasan.
“Definisi kebahagiaan berbeda-beda bagi setiap orang. Saya berusaha memberikan kesimpulan terbuka kepada karakter di dalam film. Tidakkah penonton mulai berpikir bagaimana para pengungsi Korea Utara bisa menjadi bahagia di Korea Selatan?”
Bagaimana reaksi pengungsi Korea Utara yang menonton film itu? Ada yang merasa malu karena deskripsi film sangat detail dan juga ada yang bergembira karena suara mereka diperhatikan oleh khalayak ramai. Ada bermacam-macam reaksi tentang pengalaman masa lampau melalui sebuah film. Para aktivis organisasi hak asasi manusia dan siswa yang belajar keadaan pemecahan Korea menonton film itu dari sudut pandang berbeda berdasarkan pengetahuan masing-masing. Ada wisatawan yang bersimpati terhadap pengalaman umum di cerita negara tertentu yaitu Korea Selatan dan Korea Utara.
“Song Hae 1927” dengan cermat menunjukkan kehidupan Song Hae, penyanyi dan pembawa acara musik lama KBS TV “Kontes Menyanyi Nasional.”
“Saya hanya ingin film saya bernilai, bahkan jika itu untuk satu orang. Tidak ada yang tahu pekerjaan apa yang bisa dilakukan orang itu nanti, atau di mana.”
Ketika ditanya apa yang memotivasi dia, dia mengatakan bahwa itu adalah “cinta.” “Jika ada masalah di suatu tempat, baik itu perang atau perpecahan nasional, pasti ada kekurangan cinta. Saya pikir saya terus membuat film karena saya mengejar cinta,” katanya.
“Mungkin masa depan yang masih jauh, tetapi saya ingin naik bus dan berangkat dari Busan, Korea Selatan, melewati Pyongyang dan Provinsi Hamgyong Utara di Korea Utara, melintasi Rusia, kemudian berwisata ke Jerman dan Paris. Inilah satu-satunya keinginan saya.”
Suatu hari, ketika semenanjung Korea tidak lagi terbagi dan kedua belahan itu bersatu kembali, mungkin Yun akan dapat merekam film perjalanan yang mencakup Asia dan Eropa. Film ini secara alami akan memiliki panorama yang luas dengan akhir terbuka sebagai kekhasannya.