메인메뉴 바로가기본문으로 바로가기

Features > 상세화면

2024 WINTER

Tujuan Wisata Tertua di Seoul

Seochon, sebuah desa di sebelah barat Istana Gyeongbokgung, adalah wilayah yang memiliki sejarah panjang. Selama Dinasti Joseon (1392-1910), wilayah ini merupakan tempat tinggal orang-orang berkuasa seperti keluarga kerajaan dan pembesar, dan masyarakat kelas menengah (kelas yang berada di tengah-tengah antara bangsawan dan rakyat jelata) yang tinggal di sekitaran pusat wilayah. Di era modern, banyak penulis dan seniman beraktivitas di sini.

Seochon dikenal dengan perpaduan harmonis antara hanok modern yang dibangun pada tahun 1920-an dan 1930-an serta struktur kontemporer. Gunung Inwang, landmark kawasan ini, menjulang di latar belakang.

Menurut fengsui, Seochon terletak di posisi yang baik, dan secara geografis tradisional Korea memiliki pemandangan yang sangat indah. Dikelilingi oleh Gunung Baekaksan di sebelah utara, Gunung Inwangsan di sebelah barat, serta Istana Gyeongbokgung dan Kelenteng Sajikdan, istana hukum dan altar Dinasti Joseon, masing-masing di sebelah timur dan selatan.

Seochon juga merupakan salah satu wilayah tertua di Seoul. Pada tahun 1068, pada masa Dinasti Goryeo (918-1392), sebuah istana sementara yang disebut Haenggung dibangun di bagian utara Istana Gyeongbokgung dan Cheong Wa Dae. Seochon, yang terletak tepat di sebelah Istana Haenggung (istana sementara), diduga telah menjadi sebuah daerah hunian pada masa itu.

Setelah Istana Gyeongbokgung dibangun, barulah daerah ini benar-benar memiliki karakternya tersendiri. Raja Taejo (bertahta 1392-1398), yang mengalahkan Goryeo dan mendirikan Joseon, memindahkan ibu kota ke wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Seoul pada tahun 1394, dan istana selesai dibangun pada tahun berikutnya. Seiring dengan dibangunnya Istana Gyeongbokgung, lembaga-lembaga yang terkait dengan operasi negara dan tempat tinggal pribadi terbentuk juga di sekitarnya.

Selama Dinasti Joseon, ada beberapa nama yang digunakan untuk menyebut Seochon, di antaranya Jangdong atau Jangui-dong adalah nama yang paling banyak digunakan.

Pemandangan tembok istana di sekitar Yeongchumun, dilihat dari kantor Yayasan Pelestari Budaya Arumjigi, sebuah organisasi nirlaba yang bekerja untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya Korea. Sebagian besar bangunan di sepanjang jalan ini memiliki pemandangan tembok istana.

Tempat Lahirnya Para Raja

Tempat paling terkenal di Seochon pada awal Dinasti Joseon adalah rumah Taejong (berkuasa 1400-1418), putra kelima Raja Taejo yang bernama Lee Bangwon. Dari kediamannya, yang diduga berlokasi di daerah Tongin-dong saat ini, lahirlah empat raja: Taejong sendiri, putranya, dan cucu-cucunya. Lumrahnya, putra mahkota tinggal di istana, jadi tidak bisa memiliki kediaman pribadi. Bahwa Taejong dan keturunannya tinggal di kediaman pribadi menandakan bahwa mereka bukanlah pewaris takhta sejak awal.

Namun demikian, putranya Sejong (bertakhta 1418-1450) dan cucu-cucunya Moonjong (bertakhta 1450-1452) dan Sejo (bertakhta 1455-1648), yang lahir di rumah ini, dapat naik takhta karena kudeta yang didalangi oleh Lee Bangwon. Putra Taejong, Raja Sejong, membuat beberapa pencapaian terbesar dalam sejarah Joseon. Dia menciptakan Hangeul (aksara Korea), memperluas wilayah, dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain Taejong dan Sejong, banyak keluarga kerajaan lainnya yang tinggal di Seochon pada awal Dinasti Joseon, termasuk rumah putra Sejong, Anpyeong Dae-gun, yang menjadi subjek lukisan yang terkenal berjudul Perjalanan Mimpi ke Negeri Bunga Persik (Dream Journey to the Peach Blossom Land). Lukisan inilah yang mengilhami Anpyeong Daegun untuk meminta pelukis terbesar pada masanya, Ahn Gyeon, untuk melukiskan mimpinya, yang sekarang berada di perpustakaan Universitas Tenri di Jepang.

Youngjo (bertahta 1724-1776), raja yang paling terkemuka dari akhir Dinasti Joseon, tinggal di Istana Changuigung di Seochon selatan sebelum menjadi raja. Dia sering mengunjungi istana setelah dia menjadi raja, dan menulis beberapa puisi tentang masa-masa ia tinggal di sana. Dia juga membangun sebuah kelenteng untuk ibunya yang berasal dari kalangan rendah, di Seochon utara dan sering mengunjunginya untuk mengenang sang ibu.

Toko Buku Daeo, dibuka pada tahun 1951, dikenal sebagai toko buku tertua di Seoul. Kini beroperasi sebagai kafe dan ruang budaya, toko ini menjadi pusat perhatian di Seochon.

Kediaman Klan Jangdong Kim

Pembesar yang terkenal di Seochon selama Dinasti Joseon adalah Kim Sang-heon (1570-1652). Dia muncul dalam film Namhansanseong (The Fortress) tahun 2017, yang disutradarai oleh Hwang Dong-hyuk, seorang sutradara yang terkenal dengan serial orisinil Netflix Squid Game. Kim Yoon-seok berperan sebagai Kim Sang-heon, yang bersikeras tentang perlunya melawan serangan Dinasti Qing dalam film tersebut.

Kim Sang-heon merupakan seorang penulis yang berhasil dan naik ke puncak profesinya, bahkan keturunannya pun memiliki kekuasaan yang cukup tinggi. Keluarga ini merupakan inti dari partai yang paling kuat di akhir Dinasti Joseon, menghasilkan 15 jeongseung (perdana menteri dan wakil perdana menteri) dan 35 panseo (menteri). Keluarga ini awalnya berkedudukan di Andong, Provinsi Gyeongsang Utara. Namun karena Kim Sang-heon tinggal di Seochon, ia dinamakan “Kim dari Jangdong”. Dia membuat Seochon terkenal dengan banyak tulisannya. Dia menulis 10 puisi yang menggambarkan tempat-tempat indah di Seochon, menulis catatan kunjungannya ke Gunung Yinwang, dan menulis puisi tentang kerinduannya akan rumahnya di Seochon ketika dia tertangkap oleh Dinasti Qing.

Jalan-jalan utama di sekitar Seochon dipenuhi bangunan tinggi, namun memasuki jaringan lorong-lorongnya seperti melangkah ke masa lalu.

Kim dari Jangdong, yang memegang kekuasaan politik, juga mendominasi budaya. Cicit Kim Sang-heon melindungi Jeong Sun (1676-1759), salah satu pelukis terbesar di akhir Dinasti Joseon. Sebagai imbalannya, ia melukis area di sekitar Seochon, rumah keluarga Kim, yakni Album Delapan Tempat Berpemandangan Indah di Jangdong, Seoul. Pada tahun-tahun terakhirnya, ia melukis Inwangjesaekdo, sebuah lukisan pemandangan yang mewakili akhir Dinasti Joseon. Lukisan ini menggambarkan pemandangan Gunung Inwang setelah hujan, yang dilukis dengan pandangan mengarah ke Bukchon (desa di utara Istana Gyeongbokgung).

Sementara itu, pada akhir Dinasti Joseon, perkembangan perdagangan dan pelonggaran perbedaan kelas meningkatkan status para pejabat rendahan yang tinggal di bagian selatan-tengah Seochon. Meningkatnya akses ke pendidikan memungkinkan untuk menyerap budaya kelas atas, dan membentuk beberapa kelompok puisi untuk terlibat dalam kegiatan sastra di sekitar Okin-dong, dekat Gunung Inwang, di mana klan Kim dan empat leluhur besar berakar. Kelompok puisi yang paling terkenal adalah Songseogwon Sisa. Songseogwon Sisa memainkan peran penting dalam kebangkitan sastra kelas menengah dalam masyarakat Joseon, yang didominasi oleh sastra kalangan masyarakat tengah. Selama masa kejayaan sastra Wihang, Songseogwon Sisa menerbitkan beberapa jilid puisi dan tetap aktif hingga awal abad ke-19.

Jejak-jejak Modernitas

Selama masa pendudukan Jepang, orang-orang yang pro-Jepang membangun rumah-rumah besar di Seochon. Khususnya, Yun Deok-young (1873-1940), yang terlibat dalam Perjanjian Korea-Jepang pada tahun 1910, membangun rumah bergaya Barat dengan luas sekitar 800 pyeong (kira-kira 2.645 meter persegi), yang merupakan kediaman pribadi terbesar pada saat itu. Rumah ini dibangun di tempat di mana para bangsawan era Joseon biasa berkumpul untuk menikmati budaya dan tempat di mana kalangan menengah melakukan pertemuan sosial. Rumah ini hancur akibat kebakaran pada tahun 1960-an. Hanya rumah bergaya Barat yang ia berikan kepada putri dan menantunya, serta rumah hanok tempat selirnya tinggallah yang masih tersisa. Rumah bergaya Barat tersebut kini berfungsi sebagai Museum Seni Pak No-soo di Jongno-gu, sementara rumah hanok sedang direnovasi oleh Pemerintah Metropolitan Seoul yang direncanakan akan dibuka untuk umum.

Rumah tempat Yi Sang (1910–1937) — seorang penyair, penulis, dan arsitek terkenal yang meninggalkan jejak abadi dalam sastra modern Korea — tinggal selama dua puluh tahun. Rumah ini diselamatkan dari pembongkaran ketika Perserikatan Nasional untuk Warisan Budaya membelinya pada tahun 2009 dengan sumbangan publik dan kontribusi perusahaan. Salah satu dinding dalamnya menampilkan arsip karya Yi secara kronologis.
© Federasi Pusat Kebudayaan Korea

Selama masa pendudukan Jepang dan setelah kemerdekaan, Seochon merupakan rumah bagi banyak penyair, novelis, dan pelukis terkenal yang meninggalkan jejak mereka dalam sejarah sastra dan seni Korea. Penulis terkenal yang tinggal di Seochon selama masa pendudukan Jepang antara lain Yi Sang (1910-1937), yang menulis puisi, novel, dan esai, serta Yi Yuksa (1904-1944) dan Yun Dong-ju (1917-1945), yang secara luas dikenal sebagai penyair anti Jepang. Seniman lain yang bekerja di Seochon termasuk Gu Bonung (1906-1952), seorang teman dekat Yi Sang, Lee Quede (1913-1965), yang mengeluarkan energi epik yang kuat di atas kanvas, dan Lee Jung Seob (1916-1956), yang lukisan-lukisannya sangat kental dengan lirik lokal dan dongeng.

Peristiwa terpenting yang terjadi di Seochon setelah kemerdekaan adalah Hari Revolusi pada tanggal 19 April 1960. Revolusi terpicu ketika polisi menembaki para mahasiswa dan warga yang berkumpul di Gyeongmudae (sekarang Cheong Wa Dae) untuk memprotes pemilihan Syngman Rhee yang dianggap penuh dengan kecurangan. Area di sekitar Hyojaro sekarang dan Lapangan Air Mancur Cheong Wa Dae adalah tempat di mana demonstrasi terjadi.

Seochon, yang telah menjadi salah satu kawasan paling diminati di Seoul bersama Bukchon sejak Dinasti Joseon, mengalami kemunduran selama pemerintahan militer Park Chung-hee pada tahun 1960-an dan 70-an. Keamanan di Cheong Wa Dae diperkuat dan lingkungan mendapat pengawasan ketat. Setelah demokratisasi pada tahun 1987, banyak pembatasan di Seochon dilonggarkan, dan subsidi untuk rumah-rumah tradisional dimulai pada tahun 2010, membuat Seochon menjadi salah satu tujuan wisata alam, sejarah, dan budaya yang paling diminati di Seoul.

Seochon dikenal dengan perpaduan harmonis antara hanok modern yang dibangun pada tahun 1920-an dan 1930-an serta struktur kontemporer. Gunung Inwang, landmark kawasan ini, menjulang di latar belakang.

KIM Kyuwon Reporter Senior, Hankyoreh21
Choi Tae-won Fotografer

전체메뉴

전체메뉴 닫기